Baru-baru ini, diskursus mengenai retribusi kantin sekolah di Jakarta mencuat ke permukaan, memicu beragam reaksi. Usulan ini datang dari Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Sutikno, yang mengusulkan agar Dinas Pendidikan Jakarta mengkaji dan menyusun regulasi terkait. Sutikno mengemukakan bahwa ide ini muncul setelah mengetahui bahwa kantin di sekolah-sekolah, seperti di SMAN 32 Jakarta, menetapkan harga sewa sebesar Rp 5 juta per tahun.
Sutikno berpendapat bahwa dengan adanya regulasi, pendapatan dari retribusi kantin sekolah dapat meningkat tanpa melanggar aturan.
“Kami sudah sampaikan ke Inspektorat agar ada regulasinya. Supaya tidak melanggar aturan dan sesuai ketentuan, sehingga pendapatan retribusi bisa meningkat,” ujarnya.
Menurutnya, kantin di SMA 32 Cipulir yang berjumlah sekitar 14 kantin, membayar total Rp 70 juta per tahun, yang dapat menjadi sumber pemasukan retribusi.
Namun, usulan ini mendapat penolakan dari berbagai pihak. Anggota DPRD Jakarta dari Fraksi Gerindra, Ali Lubis, menentang rencana tersebut. Ia menilai bahwa penarikan retribusi terhadap kantin sekolah belum diperlukan mengingat Rancangan APBD Jakarta 2025 sudah sangat besar.
“Menurut saya, saat ini penarikan retribusi terhadap kantin sekolah belum perlu karena RAPBD DKI Jakarta tahun 2025 sudah sangat besar tanpa harus melakukan penarikan retribusi terhadap kantin sekolah,” tegasnya.
Ali juga menyoroti dampak ekonomi bagi para pemilik kantin yang mayoritas berasal dari masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Ia berpendapat bahwa seharusnya pemerintah mendukung UMKM seperti kantin sekolah agar dapat berkembang.
“Para pemilik kantin di sekolah mayoritas merupakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Menurut saya sebaliknya justru kita harus men-support mereka sebab kantin sekolah merupakan UMKM yang harus didukung agar berkembang semakin besar,” ujarnya.
Fraksi PKB DPRD Jakarta juga merespons wacana ini dengan menolak usulan retribusi tersebut sebagai sumber pendapatan daerah. Ketua Fraksi PKB DPRD Jakarta, Fuadi Luthfi, menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta mencari sumber pendapatan lain yang berbasis ekonomi makro.
“Kami mendorong agar intensifikasi pendapatan daerah dilakukan dengan memaksimalkan potensi-potensi pendapatan dari sektor makro,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan, Purwosusilo, menjelaskan bahwa saat ini terdapat 1.788 kantin di seluruh sekolah negeri di Jakarta. Ia sepakat untuk menyiapkan rancangan payung hukum guna mengoptimalkan potensi pendapatan retribusi daerah dari kantin sekolah. “Memang perlu regulasi memayungi pemanfaatan aset kantin sekolah. Nanti akan kita koordinasikan ke BPAD,” pungkasnya.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji lebih lanjut wacana retribusi kantin ini.
“Kemarin kan itu wacana yang sempat muncul pada waktu kita pembahasan RAPBD, tentunya memerlukan suatu kajian yang lebih cermat,” ujarnya.
Dengan berbagai pandangan yang muncul, wacana retribusi kantin sekolah di Jakarta masih menjadi perdebatan yang memerlukan kajian mendalam untuk menemukan solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat.